Dalam perspektif awam, imajinasi masih sering diposisikan dalam arti
peyoratifnya. Imajinasi dianggap serupa dengan ilusi, khayalan, dan fantasi.
Salah persepsi ini berakibat pada masih kurang dipertimbangkannya imajinasi
sebagai sumber pengetahuan yang sahih.
Orang sering mengajak kita untuk berpikir realistis ketika kita
mengajukan gagasan yang muluk-muluk. Mereka tidak menyadari bahwa anjuran
mereka, sebagaimana dikemukakan Allan Loy McGinnis dalam bukunya, The Power
of Optimism (1993) sebenarnya bentuk kekhawatiran-kekhawatiran yang
disembunyikan. “Worry is misuse of imagination” (kekhawatiran adalah
imajinasi yang disalahgunakan). Kekhawatiran itu, dianggap sebagai sikap yang
berlebihan dalam merespon bahaya, atau semacam sikap memandang rendah kemampuan
kita.
Mengganggap imajinasi sejenis dengan khayalan, fantasi, atau ilusi,
merupakan sikap yang salah. Istilah fantasi itu sendiri lebih berkaitan dengan
daya membayangkan sesuatu hal yang tidak real
atau yang tidak mungkin terjadi. Dengan demikian, fantasi sepadan dengan
khayalan atau ilusi, terjemahan dari bahasa Inggris, illusion. Secara
terminologis, ilusi berarti ide, keyakinan, atau kesan tentang sesuatu
yang jelas-jelas keliru atau suatu persepsi panca indera yang disebabkan adanya
rangsangan panca indera yang ditafsirkan secara salah. Jika fantasi (daya yang
menghasilkan khayalan) berhubungan dengan gambaran objek yang tidak mungkin dan
memang tidak ada dalam kenyataan, maka imajinasi merupakan daya yang
menghasilkan gambaran objek yang bersifat mungkin atau logis. Imajinasi tidak
terkait dengan penggambaran yang membabi buta tentang suatu objek atau konsep
tertentu.
Dalam bahasa Inggris, ada beberapa variasi kata untuk imajinasi, yaitu imagery,
imaginary, dan imagine. Imagery merupakan bahasa figuratif untuk
merujuk sebuah gambaran, objek, ide, dalam pikiran seseorang (pembaca atau
pendengar), sehingga istilah ini sering digunakan oleh para penyair dalam
karya-karyanya. Imagery sering diartikan sebagai perumpamaan/tamsil,
meskipun ia memiliki arti yang lebih luas dari sekedar perumpamaan.
Selanjutnya, imaginary dalam bahasa Indonesia sering diartikan sebagai
yang imajiner atau khayal; contohnya bilangan imajiner sebagai bilangan khayal.
Sementara kata imagine (kata kerja) berarti membentuk suatu gambaran
mental tentang sesuatu, atau memikirkan sesuatu sebagai bisa terjadi atau
mungkin. Imagine adalah tindakan membayangkan, meskipun pada
prakteknya terdapat perbedaan antara “membayangkan” dan “mengimajinasikan”.
“Membayangkan” mempunyai konotasi sebagai sesuatu yang lebih mudah
dilakukan karena berhubungan dengan sesuatu yang menyenangkan. Sedangkan
“mengimajinasikan” itu merambah wilayah yang lebih luas sehingga tidak dapat
direduksi sebagai sekedar membayangkan. Maka dari itu, imajinasi lebih tepat
diartikan sebagai kekuatan potensial yang telah memberikan kontribusi berharga
bagi lahirnya pengetahuan.
Perlu diketahui perbedaan antara berimajinasi dan berpikir (logis), lebih
khusus terkait dengan proses lahirnya pengetahuan. Berpikir merupakan aktivitas
mental untuk melahirkan atau memformulasikan pengetahuan dengan merujuk pada
aturan berpikir atau konsep tertentu yang cenderung bersifat membatasi, bahkan
mengikat. Misalnya anjuran berpikir lurus menurut logika identitas Aristotelian,
dimana cara berpikir yang tidak mematuhi hukum logika tersebut dapat terjatuh
dalam “sesat pikir” (the fallacy). Sementara dalam berimajinasi proses
mental kita tidak lagi diikat oleh hukum berpikir atau konsep kebenaran
tertentu, sehingga pikiran menjadi bebas untuk mencari wawasan pengetahuan
baru.
No comments:
Post a Comment