Indahnya alam Indonesia berhias ragam Seni dan Budaya. Selamat Datang di Jawa Barat, mari nikmati Alam, Seni dan Budaya dalam AMAZING WEST JAVA!

9/05/2015

War Photographer, Demi Sebuah Kedamaian Dunia

Poster Film War Photographer
dari en.wikipedia.org
Tema yang diangkat oleh sang sutradara sangat menarik dan membuka banyak mata jutaan manusia di seluruh dunia. Jelas sekali tema yang diusung disini mengenai perang dalam arti sesungguhnya maupun dalam arti yang lain. Perang dalam arti sesungguhnya, pada film dokumenter ini diperlihatkan bagaimana keadaan atau suasana yang terjadi di daerah konflik perang. Kerusakan-kerusakan bangunan, air mata, pertumpahan darah, sampai cerai berainya negara tersebut menandakan arti kemanusiaan yang telah direnggut paksa. Perang dalam arti yang lain,
diperlihatkan bahwa manusia harus bertahan hidup dari “siksaan” atau kekejaman dunia. Ia harus melawan dan mempertahankan diri dari “serangan” diri sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Nilai-nilai kemanusiaan sangat dijunjung tinggi oleh sutradara film dokumenter ini. Jelas tema-tema seperti inilah yang sudah jarang terjadi di dunia perfilman. Biasanya, mereka-mereka (sineas) memproduksi film hanya untuk kepentingan komersil semata. Christian Frei justru menjawab semuanya. Untuk membuat film yang bagus, nilai-nilai kemanusiaanlah yang terpenting dimana hal tersebut dapat menjadi acuan seseorang untuk bercermin terhadap diri sendiri. Selain itu, film dokumenter ini juga bertema perdamaian. Dengan disajikannya gambar-gambar yang “kejam” mengenai kehidupan suatu kaum, maka setiap orang dituntut untuk membawa bendera misi perdamaian dunia.
Film dokumenter ini digarap dengan sangat serius oleh sang sutradara, Christian Frei. Dia membuat film ini seolah-olah mengajak penonton masuk kedalamnya untuk melihat langsung dan merasakan apa yang terjadi di dunia perang. Sebuah strategi jitu untuk menyampaikan sebuah pesan besar tentang kedamaian kepada penonton, pesan dari para korban peperangan ini. Namun begitu disini juga letak tantangannya, bagi penonton yang terbiasa dengan film - film cerita, film ini akan terkesan “hambar” dengan tidak adanya backsound atau musik ilustrasi yang mendukung yang mengena untuk dirasakan. Penonton hanya disajikan dengan gambar-gambar atau foto-foto yang memang luar biasa bagusnya. Mungkin maksud dari sang sutrada adalah dari gambar-gambar tersebut, penontonlah sang eksekutor atau pengambil keputusan akan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Dari segi pengambilan gambar, gambar ini realistis. Banyaknya gambar yang “goyang” yang disajikan membuat penonton merasakan langsung efek dari ledakan yang terjadi misalnya, kamera seakan menjadi mata penonton dalam kejadian tersebut. Audio yang disajikan juga lebih kepada atmosfir asli gambar tersebut. Pengambilan gambar James Nachtwey adalah dengan menggunakan kamera SLR analog yang diatasnya dipasang micro cam atau kamera berukuran kecil yang mengikuti arah kemanapun kamera SLR analog diarahkan. Hal tersebut sangat menarik, selain mengambil gambar dalam format still atau foto, juga disajikan gambar dalam format video yang dapat mendukung foto tersebut. Dari segi editing sudah sangat bagus karena film ini juga mengkombinasikan video-video dengan foto-foto yang diambil oleh Nachtwey sehingga film dokumenter ini lebih hidup.
Aspek pengarahan terhadap pemeran pendukung dalam film War Photography ini tidak banyak berpengaruh. Pemeran pendukung juga tidak melakukan perannya dengan “diada-ada”. Hal ini jelas dikarenakan film yang diusung adalah dokumenter, jadi apa yang terjadi memang kenyataan yang terjadi pada kenyataannya. Mungkin sesuatu yang sedikit di-setting adalah sesi wawancara dengan para koresponden seperti Christiane Amanpour misalnya. Namun, setting disini hanya berarti dalam bentuk penataan tempat, waktu dan suasananya saja, bukan tentang content atau isi yang dibicarakan. Wawancara bersifat pendapat beliau tentang apa yang dialaminya semasa meliput perang tersebut. Pengarahan terhadap James Nachtwey sendiri rasanya Christian Frei lebih membebaskannya dalam bereksplorasi mengambil gambar-gambar “berbicara” tersebut.
Bagi penonton di Indonesia yang belum terbiasa dengan film-film dokumenter, durasi yang cukup panjang dari film ini juga akan menjadi tantangan tersendiri. Penonton akan berhadapan dengan rasa bosan yang menyelimuti terutama di akhir-akhir film. Apalagi seperti yang telah diungkap sebelumnya, film ini tanpa backsound yang biasa dipakai untuk memainkan emosi penonton. Namun begitu penyajian gambar-gambar yang luar biasa bagus serta keingin tau-an penonton tentang suasana dari sebuah kondisi peperangan yang terjadi, membuat film War Photographer ini sayang untuk dilewatkan.

1 comment:

Unknown said...

Check This Out
https://plus.google.com/b/105580793895380894856/105580793895380894856?pageId=105580793895380894856