“Pahare” berasal dari bahasa Sunda kuno yang berarti “pare”
atau padi yang merupakan makanan pokok sebagian besar masyarakat
Indonesia. Mereka menanam padi di sawah ataupun di ladang (huma). Tanah
subur Indonesia memudahkan petani untuk menanam padi atau bahan makanan lain
untuk kelangsungan hidupnya. Masyarakat
secara turun-temurun mempercayai bahwa padi merupakan tubuh Sang Hyang Sri
Rumbyang Jati/Dewi Sri/Nyi Pohaci. Dialah yang memberi kesuburan kepada padi
yang ditanam petani. Jakob Sumardjo (2009: 280) menyatakan bahwa Nyi
Pohaci atau para Pohaci adalah balad (teman) Sunan Ambu yang diutus
untuk membantu kepentingan manusia Sunda. Kepentingan tersebut seperti menanam
padi, membangun perkampungan, pernikahan, sampai kepada
melahirkan. Masyarakat adat memperlakukan padi layaknya seseorang yang
suci. Setelah padi dipanen, kemudian diikat dan dimasukkan ke dalam leuit dengan posisi tidur atau terbaring. Hal
tersebut menunjukkan kepercayaan bahwa Nyi Pohaci sedang bertapa. Padi jugalah
yang menjadi bahan dasar Tumpeng, simbol gunung yang bermakna axis mundi penghubung dualisme langit dan bumi, yakni
simbol paradoks kosmik itu sendiri (penghubung dunia atas dan dunia bawah).
Maksud penghubung di sini yakni guna menciptakan harmonisasi di dunia tengah,
tempat manusia berada. Tumpeng sebagai bentuk rasa syukur manusia
terhadap alamnya yang kompleks, di mana simbol-simbol yang terdapat dalam
tumpeng menunjukkan keterikatan dan penghubung manusia dengan Tuhannya,
sehingga sebuah keselarasan hidup tercipta di dalamnya. Tumpeng memiliki
nilai-nilai kehidupan luhur mengenai manusia dengan dunia sosialnya, manusia
dengan alam yang didiaminya, juga manusia dengan Tuhannya. Tumpeng juga menjadi
sebuah bukti bahwa kebudayaan leluhur masih berkembang di masyarakat.
No comments:
Post a Comment