Film (500) Days of Summer begitu nyaman diikuti disebabkan oleh ceritanya yang
begitu down-to-earth. Tidak ada yang
terlalu dilebih-lebihkan dalam film ini. Didukung dengan musik-musik yang easy listening dan mewakili alur ceritanya,
membuat penonton terbawa alur yang dimainkan dan menikmati jalannya film dari
awal hingga akhir. Menonton film ini seperti
mendengarkan sebuah dongeng tentang Tom Hansen, seorang penulis kartu ucapan,
yang naksir dengan teman kantornya, Summer Finn. Tom digambarkan sebagai pemuda
polos baik hati yang berjiwa romantis sementara Summer adalah gadis dengan
penampilan ala 60an, yang cantik, pintar dan menyenangkan. Sampai disini film
terkesan biasa saja. Twist dari ceritanya adalah saat Tom ingin hubungan
mereka serius sementara Summer tidak suka dengan komitmen. Ini menjadi sesuatu
yang berbeda, karena biasanya perempuan yang tergila-gila dengan komitmen
sementara laki-laki sebaliknya.
Tom, “I love her smile. I love her hair. I
love her knees. I love how she licks her lips before she talks. I love her
heart-shaped birthmark on her neck. I love it when she sleeps.”
|
Jalan cerita film ini sebenarnya biasa saja, jika tidak didukung dengan aspek-aspek lain yang membuatnya menjadi unik dan berbeda dengan film drama komedi romantis lainnya. Dari mulai pengambilan gambar, tone warna yang vintage, dan lagu-lagu yang dipasang terasa sangat indie, berbeda dengan produksi film-film Hollywood. Namun Alur cerita yang disajikan film ini yang tidak biasa membuatnya sangat menarik. Diawali dari pertengahan film dengan ditandai pada hari ke 290-an disaat Tom dalam keterpurukan akibat putus hubungan dengan Summer, lalu berpindah ke hari pertama disaat ia bertemu summer, kemudian tiba-tiba berpindah lagi ke hari 100 sekian ketika mereka sedang menjalin hubungan menarik dan seterusnya. Inilah keunggulan film ini, membuat penonton tidak bosan dan dituntut konsentrasi dengan alur maju mundurnya, tapi tetap masih bisa menikmati.
Walaupun gaya bercerita dalam film
ini tidak biasa, tapi sangat menyenangkan untuk diikuti, selingan humornya
menghibur, visualisasinya sangat baik, chemistry
antara Tom dan Summer pun sangat terjalin dengan baik. Walaupun banyak
menampilkan adegan-adegan cheesy ala
film romantis, tapi cukup menghibur. Begitu juga dengan scoring musik
yang terasa menyatu dengan adegan-adegannya. Misalnya pada saat Summer
menyanyikan Here Comes The Man
(Pixies) di sebuah bar ketika Tom tertarik dengannya pertama kali atau pada
saat Tom merasa bahagia atas hubungannya dengan Summer, lalu berjoget dan
berdansa bersama orang-orang di taman sambil menyanyikan You Make My Dreams
Come True (Hall & Oates). Secara
keseluruhan lagu-lagu pengiringnya (soundtrack)
dipilih dengan sangat baik, mulai dari The Temper Trap (Sweet Disposition), Carla Bruni, sampai The Smiths, semuanya
mewakili tiap adegan dalam film ini. Banyak yang berempati dengan Tom yang
kekanak-kanakan, tapi Summer terlalu mempesona (cantik) untuk dibenci, plot
yang sangat mempermainkan emosi penonton. Maka pantas saja film ini mendapat review dan rating sangat baik. Marc Webb sebagai sutradara berhasil
menggabungkan semua unsur penting dalam
romantic-comedy drama movie dan mengemasnya secara tidak biasa, didukung chemistry juga akting dua tokoh utama
Tom dan Summer sangat natural, script
serta visualisasi yang sangat baik.
Lihat percikan senyawa kimia di mata mereka |
Dialog antara Tom dan Summer adalah dialog yang mengalir dengan orisinil
tanpa terasa terlalu dibuat-buat. Dialognya juga terkadang secara tidak
langsung disajikan melalui media lagu yang dibawakan maupun sebagai backsound-nya yang mewakili jalannya
cerita. Masalah-masalah yang ditampilkan mungkin saja merefleksikan dan mengingatkan
penonton pada hubungan cintanya sendiri. Hal tersebut terjadi dikarenakan
dialog yang natural tersebut begitu mengalir seperti menggambarkan kehidupan
sehari-hari pada umumnya. Mungkin karena latar belakang Marc Webb sebagai
sutradara video klip music, maka film ini dihiasi dengan banyak sekali musik
yang memorable dan menyatu dengan scene
film.
Tom, “It’s official. I’m in
love with Summer.”
|
Film ber-genre komedi cinta ini
berhasil menceritakan fenomena kehidupan sekarang, di mana banyak orang yang
ingin memiliki hubungan tetapi tidak ingin terikat dengan sebuah status. Di
sisi lain, film ini mampu menjebak perkiraan penonton tentang ending-nya. Walaupun pada awalnya kisah
Tom dan Summer layaknya semua film cinta, di tengah dan menjelang akhir cerita,
penonton akan dibuat kaget dengan perkembangan cerita.
Apakah akan berakhir bahagia?
|
Ending filmnya mungkin tidak banyak yang
menyukai, tapi itulah yang membedakannya dari film rom-com biasa, seperti yang
sejak awal sudah dinarasikan, “This is
a story of boy meets girl. Boy falls
in love. Girl doesn’t. This is not a love story, but this is a story about love.”
Jarang sekali cerita drama romantis
menyajikan pakem yang baru, biasanya formula film drama romantis “begitu-begitu
saja”, terasa membosankan dan dapat ditebak alur ceritanya. Seperti laki-laki
bertemu perempuan, bertengkar karena ketidaksamaan ideologi, tapi pada akhirnya
mereka menemukan bahwa mereka saling mengisi satu sama lain dan akhirnya jadian
kembali. Juga happy ending, penonton
keluar dengan senang dan esok harinya sudah lupa pernah menonton film semacam
itu (atau tertukar dengan film sejenis lain yang segudang banyaknya). Tetapi,
film ini hadir dalam formula berbeda. Cerita film ini (sebenarnya) tidak
terlalu istimewa, namun karena menggunakan formula yang berbeda dari film-film
kebanyakan, sukses menjadikan (500) days
of Summer menjadi film yang sangat luar biasa atau outstanding.
Pemain menarik tidak selamanya dari
kalangan aktor atau aktris terkenal dan mahal. Terbukti sang sutradara dapat
“meracik” pemainnya yang notabene tidak terlalu terkenal seperti aktor-aktor
lainnya dengan sangat baik. Zooey Dechanel, salah satu perempuan paling manis
sejagad raya memang pantas menjadi tokoh Summer yang menjadi pujaan Tom. Si
cantik Zoeey berhasil masuk ke karakter Summer dengan baik, meski terkadang
karakter Zooey di film lain (salah satunya Yes Man) nampak terlihat mirip
dengan pembawaannya di film ini. Joseph Gordon Levitt, aktingnya total,
tranformasi karakter Tom dimainkannya dengan sangat pas, maksimal dan tidak
berlebihan. Satu hal yang menarik dari cara Levitt membawakan Tom, ia membawa
karakter ini tampak nyata dan ada di sekitar kita. Berbicara tentang chemistry, pasangan Zooey-Levitt sangat
cocok memerankan tokoh dalam film ini.
Kelebihan film (500) Days of Summer, penggarapan atau
pengemasannya menakjubkan. Cara Marc Webb membangun film ini kemudian
menyelesaikannya dengan caranya sendiri, sukses membuat penonton betah
menontonnya. Artistik, musik, sinematografi, narasi, semuanya luar biasa. (500)
Days of Summer memang pantas disebut
sebagai film drama romantis terbaik yang pernah ada. Secara keseluruhan film
ini menampilkan nuansa cinta yang sangat kuat, nuansa cinta yang indah, namun
juga terasa nyata, tidak ‘diawang-awang’ dan menebar mimpi Hollywood seperti
film romantis kebanyakan. Mungkin tagline-nya
benar, “this is not a love story, this is a story about love”.
No comments:
Post a Comment